KEGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
DI PROVINSI BANGKA
BELITUNG
Oleh:
Laily Dirda Fitrianingsih
110302009
Manajemen Sumberdaya Perairan
SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN
MANAJEMEN
SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam laporan fisiologi
hewan air yang berjudul “Kegunaan Sistem Informasi
Geografi di Provinsi Bangka Belitung” yang akan dijadikan landasan utama dalam membahas tentang
kegunaan sistem informasi
geografi, terutama di bidang perikanan dan kelautan.
Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc, selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi Sumberdaya Perairan dengan bimbingannya
sehingga laporan ini dapat diselesaikan, dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada sumber dan teman-teman
yang telah memberikan masukan agar laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih.
Medan, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................
1
1.2 Tujuan............................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah.............................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bangka Belitung...............................................................................
3
2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)....................................................
4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 6
3.2 Saran................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan
budidaya laut merupakan usaha meningkatkan produksi dan sekaligus
merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan
seimbang dalam
rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan. Usaha budidaya
merupakan salah satu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perairan
yang berwawasan lingkungan.
Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi sumberdaya laut yang besar,
namun potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal disebabkan masyarakat
masih menggantungkan kehidupan dari hasil penambangan, khususnya
di Kabupaten Bangka Tengah. Aktivitas masyarakat di
Kabupaten Bangka Tengah selain
menambang timah yang merusak lingkungan juga sebagai nelayan tradisional.
Hampir 70% masyarakat di kabupaten ini perekonomiannya didukung dari
hasil penambangan. Saat ini dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan
timah telah dirasakan oleh masyarakat, pemerintah dalam hal ini sedang
mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan di atas. Menanggapi
permasalahan tersebut diperlukan kegiataan usaha alternatif untuk beralih
profesi seperti budidaya ikan di laut. Perairan pantai timur Bangka Tengah
memiliki sumberdaya laut yang dapat digunakan sebagai lokasi budidaya laut.
Pemilihan lokasi yang tepat dan baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
usaha budidaya laut disamping ketersedian benih, pakan serta terjaminnya
pasar dan harga. Pemilihan lokasi harus mempertimbangkan faktor lingkungan
dan kualitas air. Kelayakan lokasi merupakan hasil kesesuaian diantara
persyaratan hidup dan berkembangnya suatu komoditas budidaya terhadap lingkungan
fisik perairan. Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi kondisi oseanografi
dan kualitas perairan serta topografi dasar laut.
Penggunaan
teknologi SIG dapat membantu analisis untuk memilih lokasi yang
tepat berdasarkan data pengukuran parameter fisika dan kimia perairan. Parameter
ini didapatkan dari hasil pengukuran dan pengambilan sampel air di stasiun
penelitian yang telah ditentukan secara acak. Dalam bidang perikanan, penggunaan
teknik SIG untuk pertama kalinya digunakan oleh Kapetsky
et al. (1987), kini metode ini
telah berkembang dan banyak digunakan di dunia untuk menentukan
lokasi kesesuaian lahan budidaya laut, di Indonesia teknik ini telah
dimanfaatkan mengeksplorasi lahan budidaya diantaranya, Radiarta
et al. (2005), Radiarta et al. (2004), Utojo et al. (2004),
Pramono et
al. (2005).
1.2 Tujuan
Membuat Sistem Informasi
Geografis yang memberikan informasi pemetaan geologi tanah dengan penyebaran
hasil produksi perikanan dan kelautan dengan menggunakan web GIS.
1.3 Rumusan Masalah
Untuk
memberikan infomasi pemetaan pertanian dan kelautan.
Sistem Informasi Geografis (SIG) pemetaan
perikanan dan kelautan akan
sangat membantu untuk pemecahan masalah tersebut. Beberapa permasalahan yang
mungkin akan terjadi, yaitu :
1. Bagaimana membangun SIG
yang informative tentang perikanan dan kelautan.
2. Bagaimana SIG ini
menampilkan pemetaan hasil produksi perikanan dan kelautan.
3. Bagaimana membangun
Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat menghasilkan keluaran informatif dan mudah dimengerti oleh user
sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan berguna untuk masyarakat dan instansi yang membutuhkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bangka Belitung
Adapun sumber
informasi tentang provinsi Bangka Belitung dari PT. Dazya Ina Mandiri (DIM) (2012) sebagai berikut :
Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung (Babel) merupakan provinsi yang ke-31, dibentuk berdasarkan
Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Namun pengesahan terbentuknya dilakukan
pada tanggal 9 Februari 2002. Sebelumnya, wilayah ini merupakan Kabupaten
Bangka dan Kabupaten Belitung bagian dari Provinsi Sumatra Selatan. Berdasarkan
wilayah administrasi, Provinsi Babel terdiri dari satu
Pemerintah Kota (Pangkal Pinang), dan enam Pemerintah Kabupaten (Kabupaten
Bangka, Bangka Selatan, Bangka Tengah, Bangka Barat, Belitung, dan Belitung
Timur) dengan ibukota provinsi Pangkalpinang.
Wilayah ini terdiri dari 2 pulau
utama, yakni pulau Bangka dan pulau Belitung serta pulau-pulau kecil yang
jumlahnya mencapai 470 pulau. Luas wilayah daratan dan wilayah laut
diperkirakan mencapai 81.725,14 km². Luas daratan lebih kurang 16.424,14 km²
atau 20,10% dari total wilayah, dan luas laut kurang lebih 65.301 km² atau
79,90% dari total wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Fisiografi
kepulauan ini terdiri dataran rendah hingga berbukit dan hanya sebagian kecil
yang bergunung. Ketinggian dataran rendah rata-rata sekitar 50 meter di atas
permukaan laut. Titik tertinggi di Pulau Bangka terdapat pada puncak Gunung
Maras dengan ketinggian 699 meter dan di Pulau Belitung titik tertinggi pada
puncak Gunung Tajam dengan ketinggian 445 meter.
Keadaan
geologi Pulau Bangka dan Pulau Belitung terdiri dari beberapa formasi batuan
antara lain batuan malihan (sekisdan gneis) sebagai batuan tertua. Sebaran
batuan ini hanya ditemukan di beberapa tempat antara lain di bagian selatan dan
barat Pulau Belitung. Batuan instrusif granit dan granodiorit hadir sebagai
sumber atau asal dari endapan timah. Kemudian terdapat batuan sedimen trias
terdiri dari perselingan antara batu pasir termalihkan dan endapan lumpur
berlensa batu gamping dan kuarsit. Geologi dasar laut daerah Bangka – Belitung
termasuk daerah Paparan Sunda. Kondisi ini secara regional sangat dipengaruhi
perubahan muka air laut pada zaman Kenozoikum akhir. Geologi dasar laut yang
dapat direkam oleh seismik pantul dangkal dan hasil pemboran di sekitar Selat
Gaspar di Tanjung Beriga dan perairan dekat Pulau Belitung sebelah barat,
menunjukkan empat kelompok batuan, yaitu:
a.
Alluvium Muda terdiri atas sedimen penutup muda dan kompleks alluvium
b.
Unit Transisi terdiri atas sedimen laut dan unit transisi.
c. Sedimen Penutup Purba terdiri
atas fasies dataran alluvium purba menjemari dengan fasies kipas
(sedimen bongkah granit)
d.
Regolit Paparan Sunda terdiri atas endapan koluvial dan materi kipas, dan juga latosal, laterit serta
bauksit yang berasal dari pelapukan batuan dasar(granit dan batuan sedimen).
Kepulauan Bangka Belitung memiliki iklim tropis yang
dipengaruhi angin musim yang mengalami bulan basah selama tujuh bulan sepanjang
tahun dan bulan kering selama lima bulan terus menerus. Kelembaban udara
berkisar 77,4 % sampai 87,3% dengan rata-rata bulanan 83,1 %. Curah hujan
rata-rata 58,33 mm hingga 476,33 mm.
2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)
SIG
merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian satu dengan yang lain.
BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat
keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang didesain
untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisi, dan
menampilkan semua bentuk informasi yang berefrensi geografis. Dengan demikian,
basis analisis dari SIG adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh
melalui data satelit atau data lain terdigitasi. Analisis SIG memerlukantenaga
ahli sebagai interpreter, perangkat keras komputer, dan software pendukung
(Budiyanto, 2002).
Perangkat keras yang mendukung untuk
analisis geografi dan pemetaan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perangkat
keras lainnya yang digunakan untuk mendukung aplikasi-aplikasi bisnis dan
sains. Perbedaannya, jika ada, terletak pada kecenderungannya yang memerlukan
perangkat (tambahan) yang dapat mendukung presentasi grafik dengan resolusi dan
kecepatan yang tinggi, dan mendukung operasi-operasi basisdata yang cepat
dengan volume data yang besar. Wyoming Geographic Information Advisory Council
(WGIAC) telah membuat standar untuk perangkat keras (hardware) SIG
(Anonymous, 2008).
Selain menggunakan GIS
untuk fungsi pemrosesan cuaca tradisional, kita juga melihat dampak yang sangat
besar dan nilai pasar potensial untuk data cuaca dan layanan ketika
diintegrasikan ke dalam "non-cuaca" aplikasi.Luar cuaca hari ini
mungkin saat ini pengguna GIS yang memperoleh informasi cuaca dan layanan
secara terpisah, dengan menggunakan sistem yang sama sekali
independen. Pengguna ini biasanya tidak (belum) terintegrasi layanan cuaca
dengan aplikasi bisnis perusahaan sedang dikembangkan di seluruh
GIS. Bandingkan perkiraan saat dari industri cuaca $ 2000000000 tahunan ke
$ 200 miliar (plus) industri "lain" yang dapat menggunakan dan
mendapatkan manfaat dari informasi cuaca tersedia. Ini perkiraan untuk
"luar" aplikasi komunitas termasuk industri $ 2000000000000
agribisnis, yang tidak asing bagi baik data GIS atau cuaca (Shipley, 2000).
Secara teknis SIG
mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta digital yang tersimpan dalam
basis data. Dalam SIG, dunia nyata dijabarkan dalam data peta digital yang
menggambarkan posisi dari ruang (space) dan klasifikasi, atribut data, dn
hubungan antar item data. Kerincian data dalam SIG ditentukan oleh besarnya
satuan pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data. Dalam bahasa pemetan
kerincian tergantung dari skala peta dan dasar acuan geografis yang disebut
sebagai peta dasar (Budiyanto, 2002).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perangkat keras yang mendukung untuk
analisis geografi dan pemetaan sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan perangkat keras lainnya yang
digunakan untuk mendukung aplikasi-aplikasi bisnis dan sains.
2.
SIG merupakan sebuah
sistem yang saling berangkaian satu dengan yang lain.
3.
Secara teknis SIG mengorganisasikan dan
memanfaatkan data dari peta digital yang tersimpan dalam basis data.
4.
GIS berfungsi untuk pemrosesan cuaca
tradisional, kita juga melihat dampak yang sangat besar dan nilai pasar potensial untuk data cuaca dan
layanan ketika diintegrasikan ke dalam
"non-cuaca" aplikasi.
5.
Kerincian data dalam SIG ditentukan oleh
besarnya satuan pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data.
3.2 Saran
Kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat
menyebabkan mayarakat kurang mengetahui cara mudah untuk mendapatkan informasi
tentang perikanan dan kelautan. Untuk itu, dibutuhkan sebuah aplikasi untuk memudahkan mayarakat dalam
mendapatkan informasi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Admin.
2008. Pengenalan ArcView. Diakses dari http://bpdasctw.info [23 Maret 2013]
Budiyanto,
eko. 2002. Sistem Informasi Geografis
Menggunakan ARCVIEW GIS. Andi. Jakarta.
Kapetsky, J.M., L. McGregor, H.
Nanne, 1987. A Geographical Information System
and Satellite
Remote Sensing to Plan for Aquaculture Development:
A FAO-UNEP/ GRID Cooperation
Study in Costa Rica. FAO
Fish. Tech Pap.
Pramono, G.H., H. Suryanto, W.
Ambarwulan. 2005. Prosedur dan spesifikasi teknis
analisis kesesuaian
budidaya kerapu dalam keramba jaring apung. Pusat
Survei Sumberdaya
Alam Laut.
Bakosurtanal, Jakarta.
Radiarta, I.N, A. Saputra, B.
Pariono. 2004. Pemetaan kelayakan lahan untuk pengembangan usaha
budidaya laut di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.
Radiarta, I.N, A. Saputra, O.
Johan. 2005. Pemetaan kelayakan lahan untuk pengembangan usaha
budidaya laut dengan aplikasi inderaja dan sistem informasi
geografi di perairan
Lemito,Provinsi Gorontalo. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia.
Shipley,
S. 2000. Menggunakan ArcView 3.1 dengan
AWIPS. Diakses dari http://www. nsw.noaa.gou/geodata/tutorial/avtutor.
[23 Maret 2013]
Utojo, A. Mansyur, Rahmansyah,
Hasnawi. 2004. Identifikasi kelayakan lokasi budidaya rumput
laut di kota baru, Kalimantan Selatan.